Selasa, 20 Mei 2014

DILARANG CINTA BUTA


Tepat pada tanggal 5 Juli 2004 lalu ketika Pemilihan Presiden RI, saat memberikan suara di bilik TPS. Saya merasakan ada bisikan "aneh" sepertinya dari sesuatu yang tidak dapat saya identifikasi. Bisikan "aneh" itu kian meyakinkan saya untuk memilih SBY-JK dengan segudang harapan, yaitu bangkitnya Indonesia Baru ditangan calon pemimpin yang pesonanya luar biasa dahsyat kala itu. 


Setelah 5 tahun SBY-JK memimpin kala itu, pesonanya tiada terbukti. Indonesia baru yang diidam-idamkan itu makin jauh dari harapan. Kehidupan rakyat tidak semakin membaik. Bisikan "aneh" yang sepertinya bersumber dari langit ke 7 kala itu, yang menjanjikan harapan untuk Indonesia lebih baik, ternyata hanya ilusi. Harapan yang begitu besar yang dialamatkan ratusan juta rakyat RI di pundak SBY-JK kandas sebelum pilpres selanjutnya digelar pada tanggal 8 Juli 2009. Akhirnya saya memilih GOLPUT atau tidak lagi memberikan suara pada pilpres 2009. Dan SBY pun meninggalkan JK, mungkin karena dianggap anak "nakal" oleh SBY. 

Kini, pilpres 2014 segera akan digelar. Sama seperti moment menjelang Pilpres 2004 lalu, ratusan juta rakyat RI juga memberikan harapan yang luar biasa kepada pasangan Jokowi-JK. Akankah harapan itu terwujud kali ini atau rakyat kembali harus menelan kenyataan pahit untuk kesekian kalinya? 

Hal inilah yang kami diskusikan beberapa waktu lalu dengan teman-teman politisi warung kopi di negeri ini. Sebab, jika kita meletakkan harapan yang begitu tinggi bagi Jokowi - JK, saya kuatir beberapa hal. Pertama, andaikan Jokowi - JK menang menjadi Presiden-Wakil Presiden RI melalui Pemilu 2014 ini, dan jika kinerja mereka ternyata dibawah harapan rakyat, maka yang timbul adalah kekecewaan mendalam. Kedua, andaikan juga pasangan ini menang dan akhirnya tidak mampu berbuat apa-apa dengan dalih seribu satu alasan, maka kita kembali hanya bisa mengurut dada dan mengalami penyesalan nan menyakitkan berkali-kali. Ketiga, benarkah Jokowi sehebat yang kita harapkan? Atau jangan-jangan Jokowi memang figur pemimpin hebat, tetapi rakyat justru bermimpi lebih hebat ketimbang apa yang dapat diberikan oleh Jokowi kelak. 

Akhirnya, saya mengatakan dalam diskusi itu. Saya cinta Jokowi, tetapi tidak cinta buta. Saya mendukung Jokowi, tetapi tetap mendorong setiap elemen bangsa ini realistis dan kritis terhadap sang Calon Presiden itu. Sebab kita tidak ingin menanggungkan penderitaan batin lagi, seperti apa yang saya dapatkan ketika memilih SBY-JK pada Pilpres 5 Juli 2004 lalu. Terlalu mahal harga yang harus kita bayar jika hanya mengandalkan cinta buta dan bisikan "aneh" dari langit. 

Selamat buat Jokowi-JK....begitu besar atau malah terlalu besar harapan rakyat Indonesia dialamatkan kepadamu. Hanya waktu yang dapat menjawab, apakah kami kali ini lagi-lagi salah pilih, atau Indonesia memang berjaya di tanganmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar