Rabu, 02 April 2014

Paradigma Pendidikan Anak



MERUBAH PARADIGMA PENDIDIKAN ANAK


Paradigma pendidikan Indonesia secara umum masih terfokus pada upaya menaikkan angka/nilai ujian. Satu-satunya alat penentu keberhasilan setiap siswa diukur dari nilai yang ia peroleh dalam setiap ujian mata pelajaran dalam kurikulum sekolah. Itulah yang terjadi setiap tahun pelaksanaan Ujian Nasional  (UN ). Hal ini mengakibatkan para siswa tidak mendapatkan porsi memadai dalam hal mempelajari beberapa keterampilan paling mendasar yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari.

Padahal dalam kehidupan nyata yang kita hadapi hari-hari ini, kita menginginkan anak-anak tumbuh menjadi manusia yang bertanggungjawab, memiliki inisiatif, peduli, berperasaan, menghormati keberagaman, dan secara sadar menggunakan nalar untuk mengambil keputusan dalam kondisi-kondisi sulit daripada hanya sekedar memiliki nilai ujian 8 atau 9 untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia. Dalam pengertian lain, kita lebih menginginkan anak-anak yang memiliki karakter baik daripada hanya sekedar nilai tinggi dalam ujian mata pelajaran.

Dunia usaha juga demikian. Bisnis dewasa ini lebih mengakomodir pribadi yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain dari berbagai karakter, bersemangat, tidak mudah menyerah, kreatif, menghargai perbedaan dan beragam karakter lainnya yang tidak selalu terhubung dengan hanya sekedar angka-angka yang tersaji pada ijazah.

Menurut penelitian terbaru, dunia bisnis mengatakan inilah sifat yang diutamakan sebagai syarat dalam bekerja : Keterampilan berkomunikasi,  Kejujuran/Integritas, Kerjsama Tim, Keterampilan Perseorangan/Personal Sikill,  Motivasi Diri/Inisiatif, Etos Kerja Yang Kuat, Daya Analitis,  Penguasaan Tehnologi,  Fikiran Kreatif dan Proaktif.

Dunia usaha tidak lagi berfokus pada angka-angka ijazah yang tinggi, tetapi sudah mulai menjadikan karakter individu ( soft skill )  sebagai penentu dominan diluar kemampuan personal skill ( hard skill). Pengusaha juga demikian, mereka lebih nyaman mempekerjakan manajer yang memiliki integritas dan karakter baik ketimbang manajer bergelar MBA namun setiap saat bertanya “ Apa yang harus kulakukan, bagaimana saya melakukannya”?
 Pemimpin perusahaan besar selalu mengatakan “Karyawan yang tidak pandai berhitung dalam akutansi dapat kami latih menjadi ahli dalam tempo 2-3 bulan jika ia memiliki karakter yang baik, tetapi karyawan yang cacat karakter membutuhkan waktu jauh sangat lama untuk dapat merubahnya menjadi pribadi baik seperti yang diharapkan setiap perusahaan”.

Oleh karena itu di berbagai dunia maju, di setiap sekolah, mulai dari pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi, siswa dipersiapkan sejak dini melek tehnologi, lebih kreatif, mampu membuat keputusan yang lebih baik, dan mampu bekerja sama lebih baik dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Dan pada saat yang bersamaan siswa juga dididik memiliki budi pekerti yang baik, proaktif tapi sopan, tegas, dan disiplin.

Sebagai orang tua, dalam hati kecil kita mengharapkan anak-anak bertumbuh dengan nilai kejujuran, rasa hormat dan memiliki tanggungjawab sosial tanpa mengabaikan keterampilan dalam mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Mengapa demikian? Karena dunia dimana kita hidup terus berubah dan menuntut setiap orang mampu menjalin harmoni dengan orang lain. Lalu bagaimana dengan kondisi dunia pendidikan kita saat ini? Masihkah Ujian Nasional ( UN ) menjadi satu-satunya penentu keberhasilan siswa dalam proses belajar di sekolah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar